Bahagian Pertama
1.USIA PRODUKTIF
Usia hidup manusia begitu singkat rasanya baru kemarin masa kanak-kanak, kini usia sudah mulai senja. Karena itu, merugi siapa saja yang tidak segera mempergunakan usia hidup dengan sebaik-baiknya.
Berbeda dengan umat terdahulu yang memiliki usia pan-jang,seperti ,Nabi Adam yang berusia sampai seribu tahun, atau Nabi nuh berusia 950 tahun, umat Nabi Muhammad hanya diberi kesempatan hidup sekitar 60-70 tahun.
Apabila umur seseorang sudah mencapai 60 tahun, untuk tidur saja ia memerlukan 20 tahun, jika setiap harinya tidur selama delapam jam. Belum dikurangi masa kanak-kanak, puber dan menyesuaikan selama 15 tahun. Adapun untuk makan, buang haat, transportasi, istirahat, dan hal-hal lainnya, jika ditotal memakan usia sekitar 5 tahun. Sementara seprtiga usia sisanya 20 tahun, itulah yang harus dipertaruhkan dunia akhirat.
Alquran sering meanalogikan perdagangan atau bisnis. Setiap kita memerlukan kecermatn menangkap peluang-peluag yang mendatangkan pahala sebagai deposito akhirat. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamudari azab yang pedih? (Yaitu)kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjihat di jalan Allah dengan harta dan jiwa,itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.” (QS Ash Syaf [61]:10-11).
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Hanya melalui kerja keras, misi yang jelas, kendak, dan motivasilah yang mampu menjadikan perniagaan kita dengan Allah SWT menghasilkan keuntungan besar.
Jangan biarkan perniagaan kita merugi , penyesalan di akhirat tiada berguna lagi. Firmannya, “Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. ”(QS Albaqarah [2]:16)
2. HARTA HARAM
Beberapa saat setelah diangkat sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz, melakukan gebrakan. Ia menarik semua harta benda,tanah garapan dan kekayaan lain-nya milik masyara-kat yang dikuasai Bani Umayah melalui jalan kekerasan dan penyalahgunaan keku-asaan. Semuabnya dikembalikan ke Kas Negara (Baitul Mal).
Ia memulai dari dirinya. Ia melepskan haknya atas seluruh kekayaan, hewan tunggangan, semua pekakas rumah tangga, dan semua minyak wangi simpanannya, kendati harta itu bukan hasi kecurangan. Semua harta itu kemudian dijual. Uang hasil penjualan tersebut lalu diserahkan ke kas negara. Setelah semuanya terjual, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menoleh kepada istrinya. Ia berbicara mengenai berbagai jenis permata yang diwarisi istrinya dari ayahnya, Khalifah Abdul Malik. Umar bin Abdul Aziz berkata, “Pulihlah, engkau mengembalikan perhisaanmu ke Baitul Mal atau izin aku berpisah denganmu, karena aku tidak suka berpisah denganmu, karena tidak suka berkumpul dari satu rumah bersamamu.”
Istrinya menjawab, “Ya, Amrul Mukminin, tidak…! Seandainya aku mempunyai perhisan berlipat ganda banyaknya, aku tetap memilih Anda.” Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan orang untuk menye-rahkan semua perhiasan milik istrinya itu ke kas negara. Apa yang dilakukan Khalifar Umar bin Abdul Aziz meru-pakan wujud kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ia berusaha menegakkan kebenaran dan keadilan dengan memberi contoh nyata kepada masyarakat. Selain itu, Khalifah berusaha menjaga agar kau kerabatnya kelak tidak menyesal di akhirat hanya gara-gara harta yang haram.
Allah SWT berfirman,
(QS Annisa [4] ayat 29).Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Sehubungan dengan ayat tersebut Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim terhadap sesama Muslim adalah haram : harta bendanya, kehormatannya, dan jiwany.” (HR Abu Dawud dan Inu Majah).
Bahkan, Rasulullah SAW pun memberi peringatan kepada mereka yang suka mengambil harta orang lain dengan tidak sah.“Barang siapa mengambil (tanpa izin) harta saudaranya dengan tangan kanannya (dengan kekuatan) ia akan dimasukkan ke dalam neraka dan diharamkan masuk surga,” kata Rasdul.Kemudian, seorang sahabat bertanya, “Ya Rsulullah, bagaimanakah kalau hanya sedikit?” Beliau menjawab, “Walaupun sekecil kayu siwak.” (HR Muslim).
Senada dengan hadis di atas, Siti Aisyah meriwayatkan bahwa Rasululla SAW bersabda, “Barang siapa mengusai sejengkal tanah secara zalim, kelak ia akan dikalungi Allah dengan (belenggu) tujuh lapis bumi. “(Hadis muttaq’alaih). Maka berhati-hatilah dalam mencari harta. RE 190407.
3. EMANSIPASI
Dalam haji Wada’, Rasulullah SAW pernah menyampaikan pesan mulia kepada umatnya tentang pentingnya emansi-pasi. “Kalian semua adalah keturunan Adam, sementara Adam berasal dari tanah. Karena itu, kalian semua sama. Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan non-Arab, yang berkulit putih dengan yang hitam, kecuali dengan takwanya.” (HR Muttafaq ‘alaih).
Eman sipasi (musawah) antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bukan sekedar persamaan harkat dan martabat. Tapi, juga persamaan perlakuan mengenai asal penciptaan, persamaan hak-hak dan kewajiban, persamaan penilaian amal perbuatan, kesetaraan dalam berkarya dan berperes-tasi, perlakuan adil dengan hukum, serta kesetaraan dan berkontribusi bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Islam datang, antara lain, untuk membebaskan perempuan dari subordinasi kaum laki-laki dan tradisi perbudakan. Islam menghapuskn tradisi jahiliyah yang biadab, bahwa kelahiran anak perempuan itu sebagai malapetaka, sehingga harus dikubur hidup-hidup.‘Apabila bayi-bayi perempuan yang diubur hidup-hidup bisa berkata, mereka akan bertanya Karena dosa apakah mereka dibunuh”. (QS Attakwir [181]:8-9).
Islam sangat memuliakan perempuan. Ketika ditanya, kepada siapakah anak harus berbakti, Rasulullah menjawab ‘kepada ibumu, sebanyak tiga kali, sementara ‘kepada ayahmu’,sebanyak tiga kali hanya sekali (HRMuslim). Ini berarti, perempuan sekadar ‘tiang negara’, tetapi juga sumber nilai kemanusiaan dan fondasi peradaban. Kata penyair Hafizh Ibrahim, “Ibu itu bagaikan sekolah. Jika dipersiapkan dengan baik, berarti engkau telah memper-siapkan sebuah bangsa yang bermatabat.”
Islam juga memosisikan perempuan sebagai bagian penting dalam pembangunan masyarakat madani. Jika di masa jahiliyah, perempuan tidak memiliki hak waris, hak belajar mengajar, hal bekerja, dan hak-hak sipil lainnya, maka Islam memberikan semua itu setara dengan kaum laki-laki. Dalam khutbah Wada’ itu, Navi SAW juga berwasiat agar berlaku baik dan adil terhadap perempuan (HR Bukhari dan Muslim).
Perlakuam Nabi SAW terhadap para istri dan sahabatnya telah melahirkan figur berintegritas, luhur, dan teruji. Misalnya saja, Khadijah merupakan istri yang sangat dermawan dan berdedikasi tinggi terhadap dakwah beliau, sehingga hampir seluruh kekayaan diserhkan untuk kejayaan Islam.
Gerakan emansipasi saat ini idealnya dapat menyadarkan perempuan untuk menjadi figur teladan moral dan sosial bagi anak-anak bangsa. Bukan malah membeo budaya-Barat yang seronok dan meterilistik. RE 030107.
4. AIR MATA
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil mena-ngis dan mereka bertambah khusuk” (QS Al-Israa 17: 109).
Seringkali, ketika sesuatu terjadi di luar rencana, harapan dan keinginan lewat tak terungkap barulah manusia mengingat Dia. Sadar dirinya tidak mampu berbuat apa-apa, jika Allah sudah berkehendak. Saat itu biasanya manusia menangis atau berkeinginan untuk menangis. Namun, tak lama bila harapan dan keingin-an yang terwujud, maka tertawalah ia dan lupa lagi kepada Sang Pemberi Harapan.
Amat biasa, manusia menangis, melelehkan air matanya, ketika merasa hancur, tujuannya gagal, harapannya kabur, dan cita-citanya berantakan. Atau apabila yang telah diupayakannya mengalami kebuntuan.
Menangis adalah cara Allah menunjukkan kekuasaan dan kemaha besaran-Nya. Air mata itu mungkin saja diciptakan untuk menyadarkan manusia agar senantiasa mengingat-Nya. Titik-titik air benig dari kelopak mata itu bisa jadi adalah teguran Allah terhadap riak kenistaan yang kerap mewarnai kehidupan ini.
Seperi Allah menurunkan hujan dari gumpalan awan untuk membasahi bumi dari gumpalan awan untuk membasahi bumi dan kekeringan hingga tumbuh sayur segar dan buah yang ranum.Seperti itulah barangkali tangis manusia akan membasahi kekeringan hati dan melelehkan kerak kegersangan agar menghadirkan kembali wajah Dia yang mengiringi setiap langkah selanjutnya.
Semestinya, tangisan meluluhkan bongkah-bongkah keang-kuhan dalam dada, hingga timbul kesadaran hanya Dia yang berlaku sombong. Air mata itu akan melelehkan pandangan mata dari meremehkan orang ain dan semakin menjernihkan kacamata untuk lebih bisa melihat kemaha-besaran dan kekuasaan Allah. Titik-titik benang itu akan membersihkan debu-debu pengingkaran yang menyesaki kelopak mata yang menjadikan sering kali lupa bersyukur atas nikmat pemberian-Nya.
Semestinya pula, melelehkan air mata membuat hati tetap basah oleh ke-tawadhu-an, qana’ah dan juga cinta terhadap sesama. Air mata menjadi penyadar bahwa apa pun yang kita upayakan semua tergantung pada-Nya. Tak ada yang patut disombongkan pada diri di depan sesama apalagi di hadapan Dia. Air mata akan mengantarkan kita pada kekusyukan.
Bersyukurlah bila masih bisa meneteskan air mata. Namun, air ,mata menjadi tak ada artinya jika setelah tetes terakhir, tak ada perubahan apa pun dalam langkah kita. Tak akan ada hikmahnya, bila kesombongan masih menjadi baju utama kita. Wallahu a’lam bish-shawab. RE 170407.
5. PENGHALANG HIDAYAH
Menurut Alquran, ada tiga faktor umum penyebab keterge-linran manusia pada kecurukan. Tiga hal inilah yang meng-halangi manusia mendapatkan hidayah atau keuntungan spiritual.
Pertama adalah hawa nafsu (nafsu amarah).Menuruti semua keinginan dan memenuhinya tanpa pertimbangan akal dan tidak memperhitungkan dampak serta pengaruhnya terha-dap kebahagiaan dan kesengsaraan manusia. Menuruti insting seperti itu berarti menuruti kecendrungan hewani (bahimiyah).
Pertarungan melawan gejolak hawa nafsu adalah perjuangan besar. Pertarungan ini secara terus menerus berlangsung di dalam diri kita. Dan, seringkali nafsu ama-rah ini mampu menundukkan dan mengendalikan manusia. Mawlawi dalam sebuah syairnya menisyaratkan, “nafsu ti-dak ubahnya ular, dia baru diam, tatkala penuh kesedihan.”
Kedua, adalah dunia. Sikap dan pandangan keliru manusia terhadap dunia merupakan salah satu faktor penyimpangan manusia. Menjadikan dunia sebagai tujuan akhir, seraya melalaikan kebahagiaan abadi dan kehidupan akhirat.
Dunia menipu dan menyibukan manusia. Jika manusia tenggelam di dalam dunia, maka dia tidak bahnya seperti orang yang menyelam di lautan kehinaa dan kelemahan, dia akan terus menyelam waktu demi waktu hingga akhirnya sampai pada kematian. Dia tak ubahnya seperti ulat sutra yang memintal benang di sekelilingnya hingga akhirnya mati tercekik.
Firman Allah SWT, “Wahai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah sekali-kali setan yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS Fathir [35]: 5).
Terakhir yang menghalangi manusia dari petunjuk adalah setan. Dari sudut pandangan Alquran, para setan (iblis dan pengikutnya) Adalah entitas nyata yang selalu berusaha menyesatkan dan mendorong manusia ke jurang keburukan
Firman Allah SWT, “iblis menjawab, karena Engkau telah menghukum saya karena tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang, dari kanan dan dari kiri. Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al-A’raf [7]: 16-17).
Iblis merealisasikan cita-citanya lewat hawa nafsu dan keteperdayaan menusia akan kehidupan dunia semata. Maka, siapa yang terkena dengan kehidpan dunia, kita tahu dengan kehidupan dunia, kita tahu dengan siapa dia akan berkumpul nantinya di akhirat. Naudzu billahi min zalik. Re 180407.
6. SHALAT BERJAMAAH
Shalat berjamaah merupakan miniatur sistem kepemim-pinan dalam kehidupan bermasyarakat. Di sana terdapat seorang iman sebagai pemimpin dan para makmun sebagai orang dipimpin.
Bagaimana keriteria imam? Nabi Muhammad SAW bersabda, “orang yang menjadi imam bagi satu kaum ialah orang yang paling baik bacaan Alqurannya. Bila sama-sama baik bacaannya, diambil yang paling alim dalam bidang agama. Bila sama-sama alim, dipilih yang paling dulu hijrahnya, maka dipilih yang paling tua umurnya. (HR Muslim).
Berdasar hadis di atas, setidaknya ada empat kriteria dasar yang dapat kita jadikan acuan dalam menetapkan seorang pemimpin. Pertama, orang yang baik bacaan Alqurannya diibaratkan dengan orang yang qualified dan kredibel terhadap apa yang dipimpinnya. Kepemimpinan tak akan berjalan baik manakala dijalankan oleh orang yang tak ahli dan tak mengerti permasalahan yang dipimpinnya.
Kedua, orang yang alim di bidang agama, diasumsikan dengan orang yang memiliki ilmu pengetahuan luas dan tidak terkurung dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang berwawasan sempit dan picik akan menimbulkan efek menyengsarakan orang yang dipimpin.
Ketiga, orang yang paling dahulu hijrahnya, dianalogikan sebagai orang yang melakukan reformasi. Karena makna hijrah dan makna reformasi sangat mirip, yaitu perubahan radikal dengan tujuan perbaikan dalam masyarakat.
Keenpat, orang yang paling tua usianya, diilustrasikan dengan orang yang berpengalaman. Kepemimpinan belum akan sempurna manakala dipimpin oleh orang yang belum berpengalaman.
Kriteria ini semakin kaya dengan tambahan syarat, bahwa seseorang imam dalam shalat berjamaah, tidak boleh berbuat fasik (melakukan dosa besar). Analoginya dalam kepemimpinan masyarakat, seorang pemimpin tidak boleh melakukan hal-hal yang termsuk dalam kategori merugikan masyarakat, seperti korupsi,kolusi, nepotisme, dan perbuat-an maksiat lainnya.
Ketika shalat berlangsung dan imam melakukan kesalahan, makmun harus mengingatkan dengan cara yang sudah diatur dalam ketentuan shalat. Artinya pemimpin harus bersedia diingatkan. Ketika sang imam mengalami uzur (sakit atau maaf, kentut) maka imam harus digantikan oleh orang yang berada persis di belakangnya. Karena itu, makmum yang berdiri persis di belakang imam haruslah seseorang yang juga memiliki kriteria imam. Begitu pula dalam kepemimpinan, kita jangan hanya melihat orang nomor satunya saja, orang keduanya pun harus memiliki kualitas yang setara. Re 120407.
7. MANAJEMEN PERUT
“Tidaklah seorang manusia memenuhi suatu wadah yang lebih jelek dari perutnya sendiri. Cukuplah anak Adam itu makan supaya tegak tulang rusuknya. Maka, jika memang terpaksa, (isilah perutnya) sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafas.” HR Tirmidzi).
Semestinya kita makan atau minum hanya untuk memulih-kan tenaga. Namun, seringkali hawa nafsu terlalu kuat mendominasi diri manusia sehingga nilai-nilai agama terabaikan. Akal sehatnya dikuasai syahwat yang mengebu-gebu hinga menyebabkan ia berlaku zalim terhadap perut-nya sendiri dan ketentuan-Nya.
Memang benar sabda Rasululah SAW di atas, perut berpotensi menjadi wadah yang paling buruk yang dimiliki manusia, jika tidak dikelola dengan pola makan yang benar. Dari sanalah muncul berbagai penyakit hati seperti malas, rakus, konsumtif, tamak, kikir, iri, dan dengki. Tak ketinggalan pula sederet fisik yang menyerang kesehatan manusia. Sedikit di antaranya adalah penyakit jantung, obesitas, atau diabetes tipe dua.
Nabiyullah Muhammad SAW telah menawarkan solusi bagi umat Islam khususnya, juga seluruh manusia pada umumnya. Cukuplah makan hanya supaya bertenaga kembali. Atau, jika keadaan terpaksa, diizinkan melebihi anjuran tadi dengan tetap memberkan ruang untuk bernafas. Jadi, makan tidaklah asal kenyang hingga perut mual dan bersendawa keras.
Alangkah indahnya tuntunan Rasul ini. Dan alangkh baik-nya jika umat Islam mau membuka mata dan hatinya akan sunah beliau ini serta tidak memperturutkan gengsi belaka. Sebab, selama ini dapat kita saksikan banyak orang yang insyaf dalam makanan hanya demi menaikkan gengsi saja. Memesankan makan terlampau banyak, namun ternyata hanya dicicip saja.Berlebih-lebihan namun juga mubazir.
Bisa kita bayangkan gambaran umat Islam yang tidak berlebih-lebihan dengan hal-hal duniawi. Sehingga, mela-hirkan sikap ta’awun (tolong-menolong), saling berbagi, serta berbelas kasih. Sebaliknya, sikap egostis dan arogan akan memudar dan tenggelam.
Dari sini pula terlihat titik terang kehidupan manusia yang jauh dari kemiskinan, kelaparan, serta berbagai masalah himpitan ekonomi lainnya. Namun, selebihnya pada diri kita masing-masing. Masihkah kita perturutkan hawa nafsu yang jelas-jelas menghancurkan? Wallahu a’lam bish shawab. RE 140407.
8. AMANAT RAKYAT
Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu khalifah Islam yang berkuasa pada zaman Dinasti Abbasiyah. Beliau adalah salah satu contoh yang patut diteladani setiap orang, khususnya oleh para pemimpin. Karena, walaupun seorang pemimpin, dia bersikap sederhana dan tidak berlebihan dalam hidupnya.
Dia juga pemimpin yang adil, jujur, bijaksana, anmanah dan memperhatikan rakyatnya. Kepentingan umat didahu-lukan daripada kepentingan pribadinya.
Diceritakan, pada suatu malam saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang berada di ruang kerjanya, ada seseorng datang bertamu. Setengah berjabat tangan, dia mempersila-kannya masuk dan duduk.
Dengan sopan dia menanyakan apa maksud kedatangan tamunya. “Apa keper-luan Anda datang kemari? Apakah Anda datang atas kepentingan rakyat atau kepentingan pribadi?”.Tamu itu pun menjawab, “Saya datang bukan ats kepentingan rakyat, tapi atas kepentngan pribadi.”
Setelah mengetahui maksud kedatangan tamunya, beliau segera meniup lampunya yang sebelumny menerangi ruang itu Kemudian, beliau menjelaskan pada tamunya, “Minyak yang digunakan lampu ini adalah uang rakyat, maka hanya untk kepentingan rakyat saja lampu ini saya nyalakan.” Jadi. Beliau bersama tamunya dalam ruangan yang gelap.
Kisah di atas adalah salah satu potret adilnya kepemimpin-an Umar Abdul Aziz. Dia sangat berhati-hati dalam melangkah. Dia menyadari bahwa setiap tindakannya dili-hat oleh Allah dan akan dimintai pertanggunganjabannya kelak di akhirat. Karena sekecil apa pun kebaikan yang dilakukan niscaya akan mendapat balasannya. Dan, sekecil apa pun keburukan yang dilakukan juga akan mendapat balasannya (QS Alzalzalah [99]: 7-8).
Tidak ada yang luput dari pengawasan-Nya. Semua akan diperhitungkan seadil-adilnya.
Bagi Umar,menjadi pemimpin bukan suatu hal yang mudah
dan mengenakkan, tetapi sesuatu yang sangat berat dan besar tanggung jawabnya di hadapan Allah. Sehingga, amanah ini beliau jalani dengan sangat hati-hati.
Jika setiap pemimpin mau meneladani sifat-sifat beliau, maka orang yang berada di bawah kepemimpinannya akan merasa aman, nyamn, dan bahagia. Perhatian dan perlakuan yang adil yang tidak membeda-bedakan status sosial akan membuat nyaman warganya. Biokrat dan pemimpin yang baik pantang untuk hanya memikirkan kepetingan pribadi-nya dengan mengeksploitasi rakyat. Wallahu a’lam bish-shawab. RE130407.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar